Monday, April 9, 2007

SINOPSIS NOVEL 2

DING DONG

Aku kembali terbangun di tengah malam. Jam tua itu berdentang dua belas kali

Srek ... srek ... srek

Srek ... srek ... srek

Aku menahan nafas saat kudengar suara langkah kaki terseret di koridor. Cepat-cepat kutampar pipiku. Rasa sakit menyerang seketika itu juga, “Tidak. Aku tidak bermimpi,” gumamku.

Suara langkah kaki itu terdengar melewati kamarku. Aku yakin melihat gadis itu kemarin malam. Tapi siapa dia? Jika dia bukan tamu, kenapa bisa masuk rumah ini dan berkeliaran tengah malam begini?

Seperti halnya kemarin, malam ini hujan turun dengan lebat. Entah kenapa aku merasa ada hasrat untuk membongkar misteri ini.

Srek ... srek .... srek

Srek ... srek .... srek

Aku bangkit dari kasur dan diam-diam keluar kamar. Aku melihat gadis itu! Yah pandanganku tak mungkin salah. Gadis itu memakai baju dan dandanan kuno yang sama seperti kemarin. Seorang noni Belanda! Dan dia kini beberapa langkah di depanku. Perlahan aku mengendap-endap. Kuikuti dia menyusuri koridor.

Dia terus berjalan padahal ujung koridor itu merupakan jalan buntu. Gadis itu berhenti tiba-tiba, membuatku kaget. Sesaat aku menahan nafas takut ia tahu kalau ada yang mengikutinya. Tapi dia sama sekali tak berbalik. Aku merapatkan diriku di dinding mencoba untuk bersembunyi.

Detik dan menit berlalu. Gadis itu masih berdiri di tempatnya. Aku tidak tahu kenapa jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya dan bulu romaku berdiri tegak. Meskipun tak mau mengakuinya, aku tahu kalau aku merinding.

Cukup lama aku menunggu dan aku tersentak saat kulihat tubuh gadis itu menjadi suatu kabut putih dan melayang layaknya asap. Aku hanya bisa ternganga tak percaya. Leherku rasanya tercekat karena kekagetan yang luar biasa saat kabut itu perlahan-lahan lenyap dan yang tampak hanya dinding kusam. Gadis itu menghilang!

Tidak! Tidak mungkin! Aku pasti sedang berhalusinasi.

Aku mengerjap-kerjapkan mata tapi apa yang tampak di depanku tidak berubah. Aku terpana selang beberapa waktu, “A-apa itu? Mana gadis itu?” gumamku tergagap.

Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku. Aku sama sekali tak bisa mencerna peristiwa yang baru saja terjadi. Baru kusadari tubuhku yang mendadak lemas. Sesegera mungkin aku kembali ke kamar. Kurebahkan diri dan kucoba untuk tidur lagi, tapi tak bisa. Peristiwa tadi terus terbayang.

Berkali-kali aku mendesah. Aku benar-benar masih bingung dengan apa yang terjadi. Siapa sebenarnya gadis itu? Bagaimana dia bisa menghilang tiba-tiba? Apa ini semacam trik?!

Trik?!

Belum juga pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, aku terperanjat oleh suara denting piano. Aku meneguk ludah dengan susah payah. Tenggorokanku rasanya kering kerontang.

“Si-siapa yang main piano tengah malam begini?” gumamku dengan suara tercekik.

Dentingan piano itu mengalunkan sebuah lagu yang sama sekali tak asing bagiku. Rasanya aku pernah mendengar lagu itu sebelumnya. Tapi dimana? Aku coba mengingat dari alam bawah sadarku. Tapi sia-sia ...

Suara dentingan piano itu terdengar begitu jelas dan sangat dekat seolah berasal dari sebuah ruangan di atas kamarku. Tapi itu tidak mungkin! Kamar ini kan lantai dua, bagian teratas dari rumah ini.

“Ini bebar-benar gila. Apa yang sebenarnya terjadi?” seruku setengah menjerit. Aku tak peduli orang-orang rumah akan bangun, tapi aku benci dengan semua ini.

***

Semalaman aku tak bisa tidur. Suara denting piano itu terus menggangguku. Aku mencoba menutup kedua telingaku dengan bantal. Namun semua itu rasanya sia-sia. Aku tidak tahu sampai kapan aku akan terus terjaga. Kepalaku sudah begitu pusing karena kurang tidur. Kucoba memejamkan mata tapi aku tak bisa terlelap juga.

“Please, stop it!” teriakku geram.

Kenapa Amanda dan Gery tidak terbangun? Apa mereka tidak mendengar suara piano yang berisik itu? Apa mereka tidur begitu nyenyak sampai tak mendengarnya?

Ya kurasa lebih baik aku tidur di sofa ruang tengah saja. Mungkin aku takkan mendengar hal-hal aneh yang mengganggu tidurku.

Belum sempat aku beranjak, aku terlonjak kaget saat jendela kamarku tiba-tiba terbuka, menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga diiringi suara guntur yang berdentum. Seketika angin dingin yang bertiup kencang, berhembus memenuhi isi kamarku. Butiran air hujan pun menerobos masuk membasahi sebagian lantai dekat jendela. Tirai yang berwarna putih kini tampak basah dan terus berkibar tertiup angin.

Aneh! Bukankah tadi jendelanya sudah kukunci. Kenapa bisa terbuka sendiri? Pikirku heran.

Aku segera bangkit untuk menutup jendela. Udara dingin dari luar langsung menyambutku, membuat wajahku terasa beku. Di luar kilat masih terus menyambar, menghiasi langit yang kelam. Kali ini aku mengganjal jendela dengan kertas dan menguncinya rapat-rapat.

Tanpa kusadari suara denting piano itu rupanya sudah berhenti. Aku menghembuskan nafas panjang. Baguslah, dengan begini aku bisa tidur di kamarku, tak perlu mengungsi. Aku merasa luar biasa lelah dan badanku rasanya sakit semua. Aku kembali memejamkan mata dan berusaha rileks. Segala sesuatunya seakan tampak tenang. Aku sudah akan terlelap ketika kudengar suara rintihan panjang. Seperti suara orang menangis.

Menangis? Siapa yang menangis tengah malam begini? Amanda? Apakah itu tangisan Amanda? Tapi suaranya terdengar bagai lolongan binatang. Seperti bukan suara manusia. Tidak! Tidak mungkin itu suara Amanda.

Aku buka mata dan pasang telinga lebar-lebar. Dan aku terperanjat ketika bayangan putih itu melintas cepat di hadapanku.

A-apa itu?

Rintihan itu terdengar semakin melengking. Kemudian aku merasakan sesuatu yang dingin di leherku. Seperti sebuah tangan es yang sengaja menyentuhku. Aku menggigil, tak tahu harus berbuat apa. Perasaanku berkata kalau ada sesuatu yang berdiri di belakangku. Sesuatu yang tak bisa kulihat.

Tidak! Aku pasti cuma terbawa perasaan.

Aku berusaha untuk berpikir realistis. Tapi kenapa aku tak bisa bergerak sama sekali? Tubuhku terasa beku. Aku ingin berteriak, tapi mulutku terkunci rapat...